Menu
  • Bio Pena
  • Cerita Cinta
  • Petugas Haji
Menu

Cerita Cinta (Part 12): Ketoprak Ibu

Posted on by Cicihuy

Keadaanku yang diinfus dan dirawat di Ruang NR, akhirnya terdengar oleh ibu dan bapak. Inilah batin seorang ibu, sangat manjur, seolah dikasih koneksi oleh Sang Pencipta.

Awalnya aku hanya menceritakan gejala-gejala penyakitku. Ketika ibu mengetahui anaknya sakit diare dan muntah-muntah maka ibu tidak berdiam diri.

Pesan ibu untukku segera membuat ramuan sendiri. Satu gelas teh hangat sampai berwarna kehitaman tanpa gula. Satu gelas lagi air hangat dicampur dengan garam dan sedikit seujung sendok gula pengganti oralite.

Dulu aku mudah mengidap penyakit yang sama seperti ini setiap cuti ke tanah air. Kondisi tubuhku tidak cepat beradaptasi dengan makanan dari luar atau pinggir jalan di Indonesia.

Pertolongan pertama, ibu langsung membuat ramuan dua jenis minuman racikan manjur tersebut. Teh hangat pahit dan air hangat garam. Ramuan ini harus diminum sampai habis dan memang terasa sangat pahit. Suka tidak suka, ya harus tetap diminum. Wajib segera dihabiskan!

Anjuran ramuan ini diminum setiap 4 jam sekali, ikuti arah seberapa sering diare dan muntah-muntah yang terjadi. Benar saja, racikan maut khas ibu ini berhasil untuk menyembuhkan penyakit jenis ini pada kala darurat.

Sebelumnya, aku sudah mengikuti anjuran ibu, namun berbeda hasil tanganku dengan ramuan buatannya. Aku kadang lalai dan malas membuatnya sendiri.

Ibu mengirim pesan melalui Whatsapp padaku.

[Ibu bapak mau ke rumah sakit aja yaa ….]

[Nggak usah, Bu]

[Mumpung Bapak libur kerja, kalau di rumah tidur terus. Kami sekalian ke Mekkah jalan-jalan ke sana ya .…]

[Oh ya udah, terserah ibu bapak kalau gitu.]

[Mau dibuatin apa?]

[Kangen ketoprak ibu.]

[Boleh, berapa bungkus?]

Aku menghitung lewat jemariku untuk dibagikan kepada teman-teman, makanan khas ibu yang paling enak.

Hmmm si ini, ini, si ini, dengan menekan telunjuk jariku bergantian, termasuk untuk Dokter Joe yang telah bersedia membantuku di kala sakit.

[6 bungkus ya, Bu.]

[Okay, kami berangkat habis sholat subuh ya.]

[Ok.]

Aku menunggu ibu dan bapak di kamar dengan posisi terbaring dan untaian infus yang masih terpasang lunglai ditanganku. Perawat sekaligus teman sekolahku ikut membantu evakuasiku dari rawat inap menuju kamar.

Aku memilih untuk istirahat di kamar saja.

Berselang kemudian, dalam hitungan beberapa jam, ibu masuk ke kamarku bersama Abdu. Pintu kamar tidak terkunci. Aku khawatir jika aku perlu pertolongan, Abdu atau siapa pun boleh masuk ke kamar.

Aku membuka mataku, agak sedikit berat karena cairan infus ini mempengaruhi mata yang terus menerus mengantuk. Perutku tiba-tiba terasa perih karena lapar. Bapak menunggu di lobi bawah.

Aku meminta Abdu untuk melepaskan jarum infus. Aku yakin hanya pemulihan saja. Ada canda tawa antara aku, Abdu dan ibu. Tiada sungkan, ibu dan Abdu sudah kenal lama.

Lalu, aku ikut menghantarkan ibu ke lobi dan ditemani oleh Abdu yang kemudian pamit untuk bertugas lagi. Abdu terkenal cekatan dan tidak kenal lelah, bayangkan jadwal shift malam Abdu dihabiskan hingga lebih dari 12 jam. Tenaga medis perawat di rumah sakit ini sedikit dan jumlah pasien terlalu banyak. Keletihan sudah pasti. Namun, ia memilih pasrah dari pada mengeluh. Ia nikmati jiwanya sebagai perawat yang baik dan sabar. Aku diam=diam kagum dengannya.

Di Lobi, Bapak sudah menunggu ibu sambil menonton TV siaran Metro. Sebelum pulang meninggalkan rumah sakit, aku menyantap ketoprak bersama-sama. Aku senang atas kehadiran kedua orangtuaku. Begini yaa rasanya momen dijenguk saat masa tugas.

Aku bersyukur Alhamdulillah merasakan karunia yang Allah bagi. Nikmat-Nya.

Rasa syukur inilah aku sampaikan kepada teman-teman dengan membagikan ketoprak buatan ibu. Sisa satu untuk dokter Joe. Aku mencarinya, tidak jumpa. Abdu lewat.

“Du, lihat dokter Joe, eh dokter Joehari?” tanyaku spontan menghentikan langkah Abdu.

“Tadi ada di meja Duty Manager. Coba aja ke sana,” jawab Abdu sembari menunjukkan tempat yang dimaksud.

Aku sudah deg-deg’an jika harus ke meja Duty Manager, akan ada banyak dokter-dokter, perawat dan petugas yang lain di sana.

“Intip aja dulu deh,” batinku.

Aku baru berani melangkah, mengarah ke ruangan yang Abdu maksud. Tiba-tiba dokter Joe berjalan dari arah berlawanan, mengagetkanku.

“Eh, Sahara, sudah sembuh?” tanyanya.

“Oh sudah, Dok. Alhamdulillah. Terima kasih ya… Ini ada ketoprak dari ibu,” kataku sembari memberikan bungkusan ketoprak tanpa basa basi.

“Wah, terima kasih. Aku baru pengen ketoprak. Bosan aku makanan katering sini. Tadi ibu datang sama siapa?” tanyanya antusias.

Saking antusiasnya, dokter Joe mengajakku untuk makan bareng. “Nggak, dok, tadi saya sudah makan. Mau naik dulu,” pamitku kembali ke kamar, badan masih lemas. Aku ingin berbaring.

“Sahara, nomormu mana?” tanyanya sudah meminta 2 kali nomor ponselku.

“Ok, nanti sampai kamar tak message yoo. Naik dulu,” jawabku dengan logat jawa dan pamit. Menuju lift berbarengan. Kemudian, berpencar haluan. Ia ke ruangannya, aku ke kamar.

* * *

(Silahkan menekan episode berikutnya Part 13, sebelumnya Part 11).

Terima kasih pembaca, terima kasih teruntuk pemberi cerita cinta ini.

Jangan Lupa Bagikan ke Lainnya!

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sinopsis AMS

Cerita Cinta Inspiratif.

Dua anak manusia yang seharusnya tidak bertemu di Mekkah. Namun, terkadang Allah menghadirkan kekuatan cinta yang luar biasa datang kapan dan dimana saja bagi hamba-Nya. Di saat Sahar sedang penuh dengan kasih sayang dari kedua orangtuanya, di situ ia pula ingin mengejar mimpinya untuk segera melepaskan masa lajangnya.

Sholeh, dewasa dan matang adalah sosok karakter impian Sahar untuk memilih pendamping sehidup sesurganya. Inilah yang dinamakan jodoh.

Perjuangan sebuah hubungan yang direstui oleh Sang Khalik telah dijalaninya meskipun jarak tempuh hubungan mereka sangat jauh. Antara Jeddah dan Jakarta. Sahar terlalu berani melangkah terlalu jauh dan seolah haus pada takdir yang menimpanya. Sahar kecewa kepada Allah, sujud yang tiada artinya, maju salah dan mundur pun salah. Cinta kepada pencipta-Nya terkikis oleh karena garis takdir yang tidak sesuai dengan keinginan Sahar.

Ketika tangan-tangan malaikat Allah ikut berbicara. Sahar digaris bawah kesadaran. Sahar tidak pernah bermimpi apa yang dilihatnya adalah nyata, tidak berharap apa yang dialami dalam sinetron dan drama Korea akan benar-benar terjadi juga padanya.

Sahar dihadapkan oleh pilihan diantara orangtua atau kekasih baru yang dikenalnya.

Akankah pertemuan dengan dokter Joe, pria yang berusia 50 tahun itu akan terjadi seperti janji yang telah diucapkan olehnya?

Recent Posts

  • Catatan Anak Petugas Haji
  • Cerita Cinta (Part 15): Jus Lemon
  • Cerita Cinta (Part 14): 14 September 2017
  • Cerita Cinta (Part 13): Tak Pandang Sebelah Mata
  • Cerita Cinta (Part 12): Ketoprak Ibu

“All characters appearing in this work are fictitious. Any resemblance to real persons, living or dead, is purely coincidental.”